The Great Escape from Boven Digoel

Budiman BM
6 min readNov 20, 2021

--

Boven Digoel is in a remote location in the middle of Papua jungle used by the Dutch to settle exiled prisoners. It is hundreds of km upstream of the Digul river, in the middle of remote jungles, hot and humid, and malaria-infested.

Communists, nationalists, dissidents who took part in anti-colonial uprisings against the Dutch, or who had too openly opposed colonialism were sent to Digoel for internment.

There was no barbed wire or watch towers, but Boven Digoel was surrounded by jungles and rivers full of crocodiles. The jungles were scarcely populated by Papuans who were still cannibals.

Approximate escape route from Tanah Merah to Thursday Island (green line) about 900 km

There were sixteen escape attempts from 1929 to 1943. Most of them unsuccessful. Some died or hunted by Papuans.

In 1929, a group of internees successfully escaped through the fly river and reached Thursday Island in Australia. But the Australian government contacted the Dutch and they were sent back.

The group led by Sendjojo was the only successful escapee. It was a great escape as they had to walk a month in the jungle about 100 km to the river. They were 22 days on the boat sailing through the Fly river to get out of Papua. After that it was still 250 km to Thursday island. He told his adventure in a letter forwarded to the Malay Chinese newspaper “Keng Po”. The story was soon reproduced by Malay and Dutch newspapers in March 1930.

Schoonheyt, 1936. Boven-Digoel.

Here is the transcript:

Melarikan diri dari tempat pemboeangan.

Minggat dari Boven Digoel tertangkap di Queensland

Soedah lama kita merasa tidak enak tinggal ditanah pemboeangan. Tidak lantaran kita biasa tinggal senang, tapi ada banjak peratoeran jang bikin kita ingin meninggalkan Boven Digoel dengan djalan apa djoega.

Sebab-sebabnja tidak perloe kita toetoerkan dalam pemoelaan ini toelisan.

Begitoelah kita dengan berampat pada satoe hari soedah ambil poetoesan boelat boeat melarikan diri. Masing-masing manaroh soempaeh boeat setia disepanjang djalan. Hidoep satoe, hidoep semoea, mati satoe, mati semoea.

Kita poenja bekal

Siangnja kita biasa seperti orang-orang lain, kendati pada hari Saptoe tanggal 20 Juli 1929 kita soedah ambil poetoesan akan melarikan diri. Kira-kira djam setengah toedjoeh sore kita soedah beroentoeng terlepas dari pergaoelan teman-teman lainnja dan pendjaga dari interneeringskamp.

Kita, Sendjojo dan Diposoekarno dari Solo, Koesmeni dari Djokja dan D. Abdoerachman dari Pontianak itoe sore soedah koempoelkan bekal jang perloe boeat samboeng djiwa di perdjalanan.

Itoe bekal ada 3 blik beras, 30 pak tembako “Warning”, 30 bidji kertas sigaret “Club”, 2 pak besar roko Djisamsoe, 1 compas ketjil, 1 horloge, 3 doos besar korek api dan 4 bidji kampak ketiil.

Dari tanah tinggi jang letaknja dengan kapal “Urania” ada berdjalan 10 djam disoengai. Kita- orang soedah menobros djalan dihoetan lebat jang kira-kira beloem pernah diindjak orang sopan. Di sepandjang perdjalanan tidak gampang, selain toemboehan sebagai alang-alang jang tinggi,rawa jang boeajanja dan dipohon2 sering kelihatan binatang boeas, djoega sering kali kita bertemoe dengan orang Papoea jang masih terlandjang boelat.

Keabisan makanan

Berdjalan kira-kira 20 hari persediaan soedah habis.

Tembako masih ada tapi basah semoea dan hantjoer lantaran hoedjan. Beberapa hari barang lainnja bisa ditoekar dengan sagoe, zonder omong, pada orang Papoea jang ketemoe didjalanan dalam hoetan, tapi tidak lama lagi barang toekar itoe djoega soedah habis. Terpaksa kita makan iboeng, boeah boeahan, akar-akaran toemboeh-toemboehan jang boleh dimakan.

Rongkongan manoesia

Kita berdjalan teroes sekoeatnja dan searahnja. Beberapa kali kita sampai di kampoengnja orang Kaja-Kaja jang masih boeas. Marika poenja badan ada koeat, sebagai anak natuur jang toelen.

Banjak jang badannja lebih besar dari orang-orang di Java. Diantara marika ada jang badan atawa moekanja, ditjat pakai loempoer atawa getah poehoenan sehingga berwarna merah atawa hitam: kepalanja dihijasi dengan boeloe boeroeng Paradiys, hidoengnja di lobangi tengahnja dan pakai sioeng (slagtanden) dari babi hoetan.

Disatoe kampoeng lagi kita ketemoekan segoendoekan toelang rongkong manoesia, ada jang soedah lama kering dan ada jang masih berdarah. Sekali kita orang soeda diraba-raba kita poenja badan, sedangkan rombongan jang dibelakang toekang raba itoe ada pegang sendjata. Oentoeng kita tidak diboenoeh, sebab apa kita tidak tahoe, marika poenja bitjara satoe sama lain kita tidak mengerti.

Pada satoe malam sedangkan kita sama tidoer di bawah poehoen ada lagi orang Papoea boeas jang sampari kita.

Oenteng kita lantas bangoen, hingga itoe orang batalkan maksoednja, dan lantaran kita diperlindoengi oleh Toehan, itoe orang lantas kasih sagoe boeat makan pada kita.

Schoonheyt, 1936. Boven-Digoel.

22 hari diatas sampan

Sesoedah kira-kira satoe boelan dalam hoetan, ditepi soengai ”Fly” kita ketemoekan serombongan orang kampoeng (Papoea jang manis boedi).

Zonder satoe sama lain mengarti kita dapat makanan dan pemondokan dibawah atap dari daoen-daoenan, Kita tidak maoe menjoesahkan itoe orang, menjebabkan pakaian kita boeat toekar-dengan satoe sampan. Itoe tawaran marika terima baik dan kita dapatkan satoe sampan.

Dengan girang dari ketetapan hati kita teroes naik itoe sampan menoeroet djalannja itoe kali dengan pengharapan sampai dilaoet. Tjoema kadang-kadang djikalau lapar soedah tidak ketahan lagi kita mampir didaratan boeat tjari apa sadja jang boleh dimakan.

Schoonheyt, 1936. Boven-Digoel.

Ditangkap dan didenda

Dengan pertoeloengan alam kita soedah sampai dimonding (pengabisan) soengai Fly. Dari pasisir lain kita dan lihat perahoe-perahoe ketjil lainnja dan tidak djaoeh antara itoe satoe poelau jang kelihatan ada roemah-roemah serta banjak perahoe kelihatan di pasisirnja. Kita menoedjoe ke itoe poelau, jang belakang ternjata masoek dibawahan pemerintahan Australie.

Di itoe poelau ada beberapa kantor, dan satoe kesalahan bagi kita, kita soedah mintak pekerdjaan (o’ darah kaoem boeroeh) di itoe kantor. Satoe orang Inggeris lantas tanjakan kita poenja paspoort, dan kita tjoema bisa djawab dengan angkat poendak.

Kita lantas ditahan dan paginja dimadjoekan depan depan magistraat lantaran mengindjak itoe tanah zonder toelatingssbewijs. Poetoesan dari itoe kehakiman, kita didenda masing-masing 100 pondsterling atawa f 1200.- djadi ampat orang f 4800.

Astaga! Dari mana oeang sebegitoe sedangkan sepeser tidak poenja. Lantaran kalau tidak bajar itoe dendahan dihoekoem badan 6 boelan masing-masing, kita soedah pasrah sadja pasang badan.

Dalam boei di Queensland kira-kira satoe boelan.

Herankan keberanian kita

Kita mendengar kabar, orang-orang di Queensland sama herankan keberanian kita.

Sajang kita orang boeron, kalau kita termasoek expeditie tentoe kedatangan kita disamboet dengan muziek? Orang-orang Inggeris sendiri bersama 40 orang tidak berani berdalan di Fly. Sebab orang Papoea disitoe terkenal terlaloe boeas dan soeka makan manoesia mentah-mentah.

Lain dari pada itoe satoe sama lain kampoeng masih bermoesoehan heibat/ Orang asing datang gampang disangka sebagai perkakasnja atawa spion dari lain kampoeng, risikonja besar sekali. Kita berampat tjoema tinggal pakaian robek dan sendjata empat, kampak ketjil jang tidak kita lepaskan kalau tidak bersama-sama dengan djiwa kita.

Tjoema kita beloem sampai pada nasib moesti mati, kendati sewaktoe-waktoe dalam tahanan boei di Amboinia kita sering kepingin mati dari pada hidoep.

Kembali djadjahan Belanda

Sedang kita meringkoek dalam tahanan reepanja didjalankan correspondentie antara pemerintah Queensland dan Molukken begitoelah waktoe tanggal 27 October pintoe boei terboeka — kita kira dapat gratie — kita disoeroeh keloear teroes mengadap kantoor director, dan disitoe kita lihat ambtenaar Belanda dan penggawenja Indonesia. Belakangan kita dikasi tahoe bahoea-itoe ambtenaar Belanda ada gouverneur di Molukken in zijn eigen persoon boeat ambil kita dan bawa kekapal poetih. s.s. “Sirius” speciaal oentoek ambil kita.

Dengan kapal terseboet kita dibawa ke Ambon, dan sampai ditempat itoe tanggal 2 November 1929. Satoe sergeant Belanda dengan auto soedah papakan itoe kapal poetih didekat goedang arang.

Keadaan kita semoea sangat koeroes dan peotjat, ma’loem dalam perdjalanan dihoetan menanggung sengsara jang amat heibat. Selain dari patjet (lintah besar) kan beriboe-riboe banjaknaya dalam rawa diperdjalanan kita, berdjalan dilaoetan, sangoe jang sangat soesah.

Penghidoepan dalam tahanan

Kita orang soedah diperiksa dikantoor ass. Resident. Dari boei diangkoet dengan tangan diborgol sebagai pendjahat biasa.

Djangan orang boeat beli pakaian, bpeat beli tembako sadja tidak biosa. Saban hari kita orang dapat roko tjengkeh,masing masing lima batang.Kalau mandi tidak pakai saboen. Toga boelan kortang lebih dalam tahana baroe dapat bako 3 kali.Sekali 2 pak, deoea 1 pak dan ketiga 2 pak. Itoe tembako ada tembako “Warning”.

Poen saboen dapat soedah tida kali, saban-saban satoe batang (saboen beko). Itoe semoea “barang poen katanja ada loear dienst, melainkan dari kebaikannja cipier.

Hingga ini sa’at kita masih dalam tahanan di Amboina.

Reference

Schoonheyt, L.J.A. Boven-Digoel. 1936. N.V. Koninklijke Drukkerij de Unie, Batavia

--

--

Budiman BM
Budiman BM

Written by Budiman BM

Soil Scientist, interest in Colonial history.

No responses yet